PENGALAMAN SEKS MELAKUKAN SELINGKUH
Narasi Hot – Saya (sebut saja Aswin), usia hanpir 40 th., postur badan umum saja, seperti rata-rata orang Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, muka lumayan (kata ibuku), kulit agak kuning, seseorang suami serta ayah dari satu anak kelas satu. Selamat ikuti pengalaman seks ku.
Narasi mesum yang saya paparkan di bawah ini berlangsung hari Senin. Hari itu saya pergi kerja naik bis kota (terkadang saya bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin biasanya bis kota merasa susah. Tak tahu karna armada bis yang menyusut, atau karna tiap-tiap Senin orang tidak sering membolos serta pergi serentak pagi-pagi. Sesudah nyaris satu jam lari kesana ke mari, pada akhirnya saya memperoleh bis.
Dengan nafas ngos-ngosan serta mata ke sana kemari, pada akhirnya saya memperoleh tempat duduk di bangku dua yang telah terisi seseorang wanita. Kuhempaskan pantat serta kubuang nafas tandanya kelegaanku memperoleh tempat duduk, sebelumnya setelah saya menganggukkan kepala pada rekan dudukku.
Karna jalan raya macet serta saya lupa tidak membawa bacaan, untuk isi waktu daripada bengong, saya menginginkan menyapa wanita di sebelahku, namun keberanianku kurang serta peluang belumlah ada, karna dia semakin banyak lihat ke luar jendela atau kadang-kadang menunduk.
Mendadak ia melihat ke arahku sembari melirik arlojinya.
“Mmacet sekali ya? ” tuturnya yang pasti diperuntukkan kepadaku.
“Biasa Mbak, tiap-tiap Senin begini. Ingin kemana? ” sambutku sekalian buka pembicaraan.
“Oh ya. Saya dari Cikampek, habis menginap dirumah orangtua serta ingin pulang ke Pondok Indah, ” jawabnya.
Belum juga pernah saya buka mulut, ia telah meneruskan perbincangan,
“Kerja di mana Mas? ”
“Daerah Sudirman, ” jawabku.
Percakapan selalu berlanjut sembari kadang-kadang saya cermati berwajah. Bibirnya tidak tebal, pipinya halus, serta rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya terlihat menonjol, kenyal menantang. Saya menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang tengah memegang tempat duduk dimuka kami, lentik, bersih tertangani serta tak ada yang dilewatkan tumbuh panjang.
Dari obrolannya keketahui ia (sebut saja Mamah) seseorang wanita yang kawin muda dengan seseorang duda beranak tiga di mana anak pertamanya umurnya cuma dua th. lebih muda darinya. Waktu remajanya tidak pernah pacaran. Karna saat masih tetap sekolah tidak bisa pacaran, serta sesudah lulus dipaksa kawin dengan seseorang duda oleh orang tuanya.
Sembari menceritakan, terkadang berbisik ke telingaku yang automatis dadanya yang keras meneyentuh lengan kiriku serta di dadaku merasa seer! Kadang-kadang ia memegangi lenganku sembari selalu narasi mengenai dianya serta keluarganya. “Pacaran asik ya Mas? ” tanyanya sembari memandangiku serta mempererat genggaman ke lenganku.
Lantas, karna genggaman serta gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai berfikiran jorok. “Kepingin ya? ” jawabku berbisik sembari mendekatkan mulutku ke telinganya. Ia tidak menjawab, namun mencubit pahaku.
Tanpa ada merasa bis telah masuk terminal Blok M, bermakna kantorku telah terlewati. Kami turun. Saya bawakan tasnya yang diisi baju menuju kafetaria untuk minum serta melanjutkan percakapan yang terputus. Kami pesan teh botol serta nasi goreng. Kebetulan saya belum juga sarapan serta lapar. Sembari nikmati nasi goreng hangat serta telor matasapi, pada akhirnya kami setuju mencari hotel. Sesudah menelepon kantor untuk minta cuti satu hari, kami pergi.
Sesampai di kamar hotel, saya segera mengunci pintu serta tutup rapat kain horden jendela. Kupastikan tidak tampak siapa saja. Lantas kulepas sepatu serta menghempaskan tubuh di kasur yang empuk. Kulihat si Mamah tidak terlihat, ia di kamar mandi.
Kupandangi langit-langit kamar, dadaku berdetak lebih kencang, fikiranku melayang-layang jauh tidak karuan. Suka, takut (bebrapa bila ada yang saksikan) selalu bertukar. Mendadak terdengar nada sinyal kamar mandi di buka. Mamah keluar, telah tanpa ada blaser serta sepatunya.
Saat ini terlihat dihadapanku panorama yang menggetarkan jiwaku. Cuma menggunakan pakaian putih tidak tebal tanpa ada lengan. Terlihat terang di dalamnya BH hitam yang tidak dapat menyimpan berisi, hingga dua gundukan besar serta kenyal itu membuat lipatan di tengahnya. Saya cuma dapat memandangi, menarik nafas dan menelan ludah.
Mungkin saja ia paham bila saya kagum dengan gunung gemburnya. Ia lantas mendekat ke ranjang, melatakkan ke-2 tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke mukaku, “Mas.. ” tuturnya tanpa ada meneruskan kata-katanya, ia merebahkan tubuh di bantal yang telah kusiapkan. Saya yang telah menahan nafsu mulai sejak barusan, segera mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam lumat-lumatan bibir serta lidah tanpa ada henti. Terkadang berguling, hingga tempat kami bertukaran atas-bawah.
Kudekap erat serta kuelus punggungnya merasa halus serta harum. Tempat ini kami hentikan atas gagasanku, karna saya tidak punya kebiasaan ciuman lama begini tanpa ada dilepaskan meskipun. Terlihat ia nafsu sekali. Saya melepas bajuku, takut kusut atau terserang lipstik.
Saat ini saya cuma menggunakan CD. Ia terlihat bengong memandangi CD-ku yang menonjol. “Lepas saja bajumu, kelak kusut, ” kataku. “Malu ah.. ” tuturnya. “Kan tidak ada yang saksikan. Hanya kita berdua, ” kataku sembari mencapai kancing teratas di punggungnya.
Dia tutup dada dengan ke-2 tangannya namun membiarkan saya buka semuanya kancing. Kulempar pakaiannya ke atas meja di dekat ranjang. Saat ini tinggal BH serta celana panjang yang dia gunakan. Karna malu, pada akhirnya dia mendekapku erat-erat. Dadaku merasa penuh serta empuk oleh susunya, nafsuku naik sekali lagi satu tingkat, “burung”-ku lebih mengencang.
Dalam tempat begini, saya cium serta jilati leher serta sisi kuping yang pas dimuka bibirku. “Ach.. uh.. ” cuma itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang, fikirku. Sesudah senang dengan leher serta kuping kanannya, kepalanya kuangkat serta kupindahkan ke dada kiriku.
Kuulangi pergerakan jilat leher serta pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan barusan. Saat ini erangannya makin seringkali serta keras. “Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas.. ” Sembari membelai rambutnya yang sebahu serta harum, kuteruskan elusanku ke bawah, ke tali BH sampai ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.
Setelah itu gerilyaku geser ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang menggumpal di dadanya. Berniat saya belum juga melepas BH, karna saya begitu nikmati wanita yang ber-BH hitam, terlebih susunya besar serta keras begini.
Jilatanku saat ini hingga di lipatan susu itu serta lidahku menguas-nguas di situ sembari kadang-kadang saya gigit lembut. Kudengar ia selalu melenguh keenakan. Saat ini tanganku mencapai tali BH, waktunya kulepas, ia mengeluh, “Mas.. janganlah, saya malu, soalnya susuku kegedean, ” sembari ke-2 tangannya menahan BH yang talinya telah kelepas.
“Coba saya saksikan sayang.. ” Kataku mengubahkan ke-2 tangannya hingga BH jatuh, serta mataku terpana lihat susu yang kencang serta besar. “Mah.. susumu sangat bagus, saya sukaa banget, ” pujiku sembari mengelus susu besar menantang itu. Putingnya hitam-kemerahan, telah keras.
Saat ini saya dapat memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lantas kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, “Uh.. uh.. ahh.. ” Sesudah senang di daerah dada, saat ini tanganku kuturunkan di daerah selangkangan, sesaat mulut masih tetap agresif disana. Kuusap perlahan-lahan dari dengkul lantas naik. Kuulangani sekian kali, Mamah selalu mengaduh sembari buka tutup pahanya.
Terkadang menjepit tangan nakalku. Semuanya kulakukan step untuk step dengan perlahan-lahan. Pertimbanganku, saya juga akan kasih servis yg tidak tergesa-gesa, betul-betul kunikmati dengan maksud supaya Mamah miliki kesan berlainan dengan yang sempat dirasakannya. Kuplorotkan celananya. Mamah telah telanjang bulat, ke-2 pahanya dirapatkan. Ekspresi spontan karna malu.
Kupikir dia sama juga denganku, pengalaman seks pertama dengan orang yang lain. Saya makin bernafsu. Bermakna dihadapanku bukanlah perempuan nakal terlebih profesional. Saat ini jari tengahku mulai mengelus perlahan-lahan, turun-naik di bibir vaginanya. Perlahan-lahan serta mengambang.
Kurasakan disana telah mulai basah walau belum juga becek sekali. Saat jari tengahku mulai masuk, Mamah mengaduh, “Mas.. Mas.. geli.. enak.. selalu..! ” Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku (ini kulakukan karna dia agak pasif. Mungkin saja punya kebiasaan dengan suami cuma lakukan apa yang diperintahkan saja). “Mas.. keras sangat.. Gede sangat? ” tuturnya dengan suara manja sesudah meraba burungku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar